SHALAT ITU MEMBAHAGIAKAN Part-2 (TAKBIRATULIHRAM DAN DO’A IFTITAH)


OLEH : ASHHABUL YAMIN



Ketika seorang muslim mengawali shalatnya, gerakan takbiratulihram menjadi pembuka shalatnya setelah melafadzkan niat. Posisi tegak menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu sembari melafdazkan “Allahuakbar”

Pada posisi takbiratulihram, seorang muslim hendaknya merasakan kehadiran Allah melihatnya, atau paling tidak merasakan kehadiran Allah di hatinya. Pengangkatan tangan ini merupakan simbol hakiki sebagai bentuk kepasrahan total seorang hamba kepada Dzat yang telah menciptakannya, yakni Allah SWT. Inilah prakondisi di mana seorang hamba merasa kecil dan tidak berdaya dihadapan Allah, Allah lah yang besar, dan maha segalanya.

Sebagian besar para ulama berpendapat bahwa lafadz “Allahuakbar” di ucapkan minimal bersamaan dengan proses mengangkat kedua tangan, dan selesai bersamaan dengan ditaruhnya kedua tangan di antara pusar dan dada (KH. Muhammad Solikhin, 2011:111).
Dalam melakukan gerakan takbiratulihram hendaknya dilakukan dengan perlahan dan penuh kekhusyu’an. Jangan dilakukan tergesa-gesa apalagi asal-asalan. Harus paham arti dan maknanya serta simbol atau filosofi yang terkandung di dalamnya. Ketika lisan melafadzkan “Allohuakbar”, di waktu yang bersamaan hatipun bekerja memaknainya dengan “Allah maha besar, segalanya kecil, segalanya tidak berdaya dihadapan Allah”. Ketika selesai melafadzkan “Allahuakbar”, tangan diletakkan di antara pusar dan dada sembari merasakan suasana kebathinan dimana arti dan makna lafadz “Allahuakbar” tersebut ditanamkan kuat dan teguh dalam jiwanya.

Rasulullah SAW bersabda yang artinya : “Tidak sempurna shalat seseorang sebelum ia bertakbir, mengcapkan kalimat keagungan (do’a iftitah), dan membaca ayat-ayat Al Qur’an yang mudah dihafalnya”. (HR Abu Dawud dan Hakim).

Takbiratulihram artinya takbir yang dilafadzkan sebagai pembuka shalat untuk kemudian mengharamkan segala sesuatu setelahnya yang dapat membatalkan shalat. Setelah takbiratulihram dilakukan maka hendaknya hidup dan mati seorang muslim secara totalitas diserahkan kepada Allah Tuhan yang menggenggam hidup dan matinya. Itulah sebab setelah takbiratulihram bacaan selanjutnya adalah do’a iftitah, “Innasholaty wanusuki, wamahyaya wamamati lillahirobbil alamin” sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku kupersembahkan kepada Allah Tuhan semesta alam.

Do’a iftitah adalah kalimat pembuka untuk memasuki lorong-lorong keakhiratan. Ia merupakan regenerasi tiada henti dari setiap hidup manusia. Ya, regenerasi yang setiap minimal 5 (lima) kali dalam sehari selalu dan tetap di update oleh sang mushalli.

Hidup ini memang perlu dan seyogyanya senantiasa di update. Terlebih di zaman sekarang yang mana setiap kita merasakan betapa arus informasi tidak mungkin kita bendung. Betapa godaan hawa nafsu selalu mendominasi. Iman dalam dada “yazidu wayankus” naik dan turun. Iman dalam dada menjadi labil—a’udzubillahissami’ilalim minassyaytonirrojim—saya dan kita semua berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.

Untuk persoalan ini kita tentunya butuh solusi—dan solusi untuk masalah ini adalah do’a iftitah dalam shalat. Hendaknya seorang mushalli memahami bahwa do’a iftitah yang ia baca dalam shalatnya sebagai ihtisab—memperhitungkan segala kemungkinan bagi dirinya. Hendaknya ia berfikir akan kemana arah yang dituju dalam kehidupannya yang sesaat ini.

Makna do’a iftitah :

Allah maha besar lagi maha agung. Segala bentuk puji yang sangat banyak hanya milik Allah, dan maha suci Allah pada segenap pagi dan sore hari. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah”. (HR. Muslim, Abu Awanah, Abu Dawud, An-Nasa’I, Ibn Hibban, Ahmad, Syafi’i dan Thabrani).

Sungguh, betapa indah kalimat ini. Jika saja kita mampu khusyu’ melakukannya, maka tentu saja akan mempengaruhi gerakan-gerakan dan bacaan-bacaan shalat berikutnya. Sehingga akan kemudian kita bawa nilai dalam shalat itu sampai di luar shalat sekalipun. Kita kemudian akan berfikir matang untuk melakukan suatu perbuatan yang tentu saja ridha Allah menjadi tujuan utama kita.

Oleh karena itu menjadi keharusan untuk sang mushalli memahami arti dan makna do’a iftitah dalam shalatnya yang kemudian ia transformasikan dalam kehidupannya. Ini sangatlah penting. Karena do’a iftitah adalah pembuka shalat. Dengan tidak memahami arti dan maknanya, maka shalat seseorang dapat dipastikan menjadi hambar. Tanpa makna dan tidak meninggalkan kesan yang mendalam. Inilah yang menyebabkan seseorang ingin cepat-cepat selesai dalam shalatnya. Padahal dikatakan bahwa seorang Mushalli sejati adalah yang ketika shalat perumpamaannya bagaikan ikan di dalam air. Penuh kedamaian dan kebahagiaan yang meliputi lahir dan bathinnya.

Dalam Al Qur’an Surah Al-ankabut ayat 45 Allah SWT berfirman yang artinya :
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

                                                   
Sumber Inspirasi :
KH. Muhammad Solikhin. 2011. The Miracle of Shalat Mengungkap Kedahsyatan Energi Shalat. Erlangga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAKIKAT NKRI DAN TIPS MEMBINAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

MENGINGAT MATI

RPP PPKn PERT 1-5 SEMESTER II KELAS XII (HAKIKAT NKRI)