INDAHNYA HIDUP DALAM TUNTUNAN ALLOH SWT
OLEH : ASHHABUL YAMIN, S.Pd
Terkadang sebagian besar orang berfikir waktu selalu sejalan dengan produktivitas. Sebagian orang beranggapan banyaknya waktu akan berbanding lurus dengan banyaknya hasil kerja dari sebuah aktivitas. pemikiran semacam inilah yang membuat sebagian orang telah terjebak dalam nuansa hidup fatamorgana, terlena, terbuai dan hanyut dalam buaian urusan dunia. Mereka beranggapan meluangkan waktu membaca Al Qur’an akan mengurangi frekuensi waktu kerja. Mereka pun beranggapan meluangkan waktu memenuhi panggilan azan dimasjid mengganggu waktu kerja dan membuat pekerjaan menjadi terkendala. Tidak sedikit orang yang bergumam “ah nanggung sedikti lagi, shalat asharnya nanti saja”, padahal ashar yang datang tersebut belum tentu ia jumpai lagi esok. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Terkadang sebagian besar orang berfikir waktu selalu sejalan dengan produktivitas. Sebagian orang beranggapan banyaknya waktu akan berbanding lurus dengan banyaknya hasil kerja dari sebuah aktivitas. pemikiran semacam inilah yang membuat sebagian orang telah terjebak dalam nuansa hidup fatamorgana, terlena, terbuai dan hanyut dalam buaian urusan dunia. Mereka beranggapan meluangkan waktu membaca Al Qur’an akan mengurangi frekuensi waktu kerja. Mereka pun beranggapan meluangkan waktu memenuhi panggilan azan dimasjid mengganggu waktu kerja dan membuat pekerjaan menjadi terkendala. Tidak sedikit orang yang bergumam “ah nanggung sedikti lagi, shalat asharnya nanti saja”, padahal ashar yang datang tersebut belum tentu ia jumpai lagi esok. Na’udzubillah tsumma na’udzubillah.
Pemikiran semacam ini perlu
kita kritisi lebih dalam. Ketika kita memiliki waktu banyak, seberapa banyak
pekerjaan yang bisa kita selesaikan? Ketika waktu kita sedikit, seberapa banyak
pekerjaan yang bisa kita selesaikan? Tidak bisa kita pungkiri betapa banyak
orang yang memiliki waktu sedikit namun mampu menyelesaikan banyak pekerjaan
besar bahkan pekerjaan rumit sekalipun. Begitupun sebaliknya, tidak sedikit
pula orang yang memiliki waktu luang yang banyak, namun untuk pekerjaan yang
sederhana sekalipun tidak mampu ia selesaikan. Ini artinya waktu tidak selalu
berbanding lurus dengan produktivitas.
Belakangan ini ironi
kehidupan begitu ramai menghiasi hari-hari kita. Pemandangan terbalik dan tidak
seyogyanya yang dulu kita kenal sebagai sebuah yang tabu kini bermetamorfosa
menjadi hal yang biasa bahkan menjadi kebanggaan tersendiri. Hari ini adalah
sebuah kebanggan tiada tara ketika seorang bisa mengakses dan berkomunikasi
dengan camat, bupati, gubernur, anggota dewan dan pejabat negara lainnya atau
pemangku-pemangku kepentingan yang memilik pengaruh besar dimasyarakat. Kebanggan
tersebut tanpa ia sadari telah menggiringnya pada nuansa yang membuatnya merasa
bangga dan cenderung congkak terhadap manusia lainnya. Ia mulai merasa paling
hebat karna punya rekanan anggota dewan,
iapun mulai merasa paling bisa karna punya kolega pejabat negara. Orang
lain dianggapnya tidak punya apa-apa dan tidak mampu berbuat banyak.
Mendominasi dan menganggap orang lain termarginal, begitulah yang selalu
terpateri di pikirannya. Kondis ironis itu semakin jelas mengemuka ketika azan
berkumandang misalnya, tanpa merasa berdosa dan tanpa beban ia semakin sibuk
dengan urusannya
Azan berkumandang adalah
tanda telah dibukanya akses komunikasi kita dengan sang Khaliq, dimana lewat
Shalat inilah komunikasi dan interaksi yang indah itu berlangsung. Bisa
dibayangkan betapa indahnya ketika kita bisa berkomunikasi langsung dengan Zat
yang memberikan kita rezeki, yang menggenggam hidup dan mati kita. Bahkan
dikatakan muslim sejati adalah mereka yang ketika shalat bagaikan ikan dalam
air. Ia ingin berlama-lama dalam shalat, ia tidak mau keindahan komunikasi itu
terhenti. Ia terhanyut dalam buaian sang Rabb nya. Subhanalloh, Alhamdulillah, Allohuakbar.
Dalam Al Qur’an Surah Al
Isro’ ayat 78 Allah SWT berfirman : “….Sesungguhnya shalat shubuh itu
disaksikan oleh para malaikat”. Ayat tersebut juga mengisyaratkan bahwa shalat
shubuh sebagai potret Al Qur’an, itulah sebabnya pada shalat shubuh biasanya
imam membaca surah-surah yang cukup panjang, pahamlah kita sebagai makmum untuk
bersabar ketika imam membca surah yang cukup panjang pada shalat shubuh karna
itu memang dianjurkan. Saya ingin sekali mengatakan “aduhai alangkah ruginya orang-orang yang meninggalkan shalat ini tanpa
udzur”. Shubuh begitu indah, udara masih segar, dunia masih dalam
ketenangannya. Ini semua tentu mampu memberikan suasana yang tenang, nyaman,
dan damai. Sehat jasmani dan rohanipun akan kita raih. Lebih jauh lagi Shalat
shubuh secara berjamaah adalah resep untuk mengawali hari dengan penuh
keberkahan dan semangat. Semangat orang yang shalat shubuh secara berjamaah
begitu kuat, ia memiliki etos kerja dan karakter yang pantang menyerah. Allah
SWT hadir dalam setiap aktivitasnya, menuntunnya hingga keberkahan pun dapat
diraihnya. Hal ini jelas akan memberikan dampak yang berbeda, aktivitas berat
terasa ringan, masalah sulit selalu ada jalan keluar, dan rezekipun datang dari
arah yang tidak disangka-sangka. Bukankah jika kita menginginkan rezeki, maka
dekatlah dengan sang maha pemberi rezeki. “Dan
barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan selalu memberinya
jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka” (QS.
At Talaq 2-3).
Berbicara perkara rezeki
tentu akan sangat menarik, karna rezeki merupakan fitrah manusia, siapapun butuh
rezeki, hari-hari yang dilewati oleh manusia kebanyakan untuk mencari rezeki.
Memang mencari rezeki untuk menghidupi kebutuhan keluarga wajib dilakukan
dengan ikhtiar dan tawakkal. Kita tidak bisa terlepas dari kedua itu. Mencari
rezeki tergolong ibadah manakala dilakoni dengan tuntunan syar’i seperti
mencari rezeki yang halal, mengawalinya dengan membaca bismillahitawakkaltu alalloh. Lantas bagaimana mungkin kita
mengatakan mencari rezeki juga tergolong ibadah, sementara cara-cara yang kita
tempuh justru menyalahi tuntunan syar’i seperti mengusahakan rezeki yang haram
atau tidak mengawali dengan menyebut nama Allah. Dalam hal ini termasuk menjadikan
pencarian rezeki sebagai tameng atau kambing hitam untuk meninggalkan perintah
Allah. Sebagian orang banyak yang menyepelekan perkara ini, kalau sudah mencari
rezeki yang lain lewat termasuk azan dimasjid sekalipun. Pertanyaan besar yang
harus kita jawab adalah, apa susahnya meninggalkan pekerjaan sejenak untuk
sekedar mengambil air wudhu dan memenuhi panggilan azan dimasjid? Bukankah hal
itu justru memberikan peluang kepada kita untuk beristirahat sejenak dan
membersihkan diri. Bukankah kita ingin memenuhi panggilan dari sang maha
pemberi rezeki. Logika terbalik yang sangat sederhana, kita ingin mendapat
rezeki, tapi kita enggan mendekat kepada yang maha memberi rezeki. Allah SWT
dengan tegas telah memvonis orang-orang yang tidak menggunaka hati, mata, dan
telinganya sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dalam QS Al
A’raf ayat 179 Allah SWT berfirman : “Dan
sungguh, akan kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia.
Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat
Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan
ternak, bahkan lebih sasat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah”.
Semoga kita sekalian tetap
dalam tuntunan Allah SWT, hingga kita merasakan keindahan dalam shalat,
keindahan dalam membaca Al Qur’an, karna sesungguhnya pada masa-masa itu kita
sedang bertemu dan berkomunikasi langsung denganNya. Keindahan dalam mencari
rezeki tentu akan kita rasakan manakala tuntunan Allah menyertai langkah kaki
kita hingga semuanya terasa menjadi nikmat dan ringan kita jalankan meskipun
sebenarnya pekerjaan itu sangat berat.
Wallohu'a'lam...
Komentar
Posting Komentar