MEMUNCULKAN SISI KEMANUSIAAN DALAM DAKWAH

OLEH : ASHHABUL YAMIN, S.Pd
Memunculkan sisi kemanusiaan dari dakwah adalah satu dari sekian resep jitu yang ditunjukkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam mengemban Risalah dari Allah SWT. Sebuah resep dakwah yang efektif yang dijalankan dan terbukti ampuh mampu menyebarkan Agama Islam ini keseluruh penjuru dunia. Beliaupun telah mentransformasikan resep dakwah itu kepada para sahabat beliau. Sebuah prestasi yang membanggakan dan sulit untuk dibayangkan bagaimana beliau berproses memperjuangkan dakwah ini. Proses itupun sudah sedikit banyak kita dengar dari sirah nabawiyah beliau, bagaimana beliau ketika menjadi panglima pada perang uhud, bagaimana para sahabat yang dalam keadaan terluka parah bangkit dan bangun mengejar kaum kafir atas perintah dari nabi. Sungguh totalitas yang sulit dipercaya.
Hubungan kemanusiaan atau social relation adalah hal yang menjadi perhatian beliau ketika berdakwah. Beliau meyakini bahwa tegaknya agama Allah ini adalah menegakkan secara totalitas segala perintahNya. Sejalan dan lurus dengan perintah Allah bahwa Islam adalah “Rahmatallilalamin”, Islam adalah rahmat bagi sekalian alam, bagi manusia dan alamt semesta.
Dalam sebuah riawayat seorang sahabat pernah mengungkapkan kepada Rasulullah SAW bahwa ia (sahabat) tersebut akan beribadah tiada henti, ia akan shalat, membaca Al Qur’an, dan puasa secara terus menerus, tidak akan tidur dan tidak akan beristri. Apa tanggapan Rasulullah,,,? Beliau menjawab, “jangan begitu, sesungguhnya Akupun (ia Rasulullah) makan, tidur, dan menikah”. Jawaban beliau adalah manusia biasa dan sekaligus mengisyaratkan kepada kita bahwa beliau memunculkan sisi kemanusiaannya.
Kita juga sering mendengar kisah tentang kedermawanan beliau. Adalah manusiawi seorang akan menyukai kita jika kita telah memberikan sesuatu kepadanya. Zakat, infaq, dan sodaqoh itulah ajaran yang beliau perjuangkan. Alhasil, ajaran tersebut terbukti efektif memberikan manfaat bagi kaum yang kurang beruntung secara ekonomi. Tidak terbantahkan lagi betapa zakat, infaq, dan sodaqoh ini menjadi bukti nyata tentang rasa kemanusiaan beliau, tentang social relation beliau yang peduli terhadap sesama terlebih bagi kaum fakir miskin. Sungguh daya pikat yang sangat kuat melekat dan sesuai dengan perkembangan zaman.
Dalam hal manajemen konflik beliau adalah prototype dalam segala zaman. Tentu sulit dipercaya ketika beliau malah membantu dan mendo’akan agar diampuni dosa seorang kafir Qurays yang ingin membunuhnya. Beliau membalas permusuhan yang ditujukan kepadanya dengan persahabatan yang  tulus. Hal ini diabadikan oleh Allah SWTdalam firmanNya :”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan menjadi teman yang setia” (QS. Fussilat:34)
Lantas bagaimana dengan fenomena dakwah kita hari ini? Sebuah pertanyaan yang mungkin saja kita sendiri sudah tahu jawabannya. Sudahlah, penulis kali ini sedang malas untuk berbasa-basi. Penulis ingin to the point, coba kita lihat diri kita. Hari ini, sejak tadi pagi shalat shubuh kita dirumah atau dimasjid? Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya dirumah atau dimasjid? Kalaupun dimasjid apakan kita tepat waktu atau malah menjadi makmum yang masbuk? Tapi ya sudahlah daripada shalat dirumah. Terus lanjut lagi, dari tadi pagi sampai ini malam ada berapa lembar tilawah kita? Jangan bilang tidak tilawah satu ayat pun. Terus lagi, shalat sunnahnya bagaimana, dhuha, rawatib, wittir? yang lain celetuk tuh, boro-boro dhuha, shubuh saja tidak, mari bersama ucapkan na’udzubillah. Bisa kita lanjut? Mari kita lanjut, tadi pagi ada pengumuman gotong royong di pembangunan masjid, padahal tidak ada kegiatan tapi dirumah saja dan enggan bantu-bantu kemasjid, dijawab sendiri apakah sudah memumculkan social relation yang baik?
Berbicara social relation tentu akan sangat komplek. Kita tidak bisa melihat dari satu sisi saja. Akan ada bayak persepsi itu sudah pasti, namanya juga orang banyak. Akan muncul perbedaan jangan ditanya. Itulah masyarakat, kalau boleh meminjam istilah teman-teman para sosiolog “dinamika sosial”. Disinilah perjalanan dakwah itu akan mendapati hambatan. Satu contoh, seorang yang tinggal dalam lingkungan perokok aktif, disini banyak sisi yang kontradiktif. Satu sisi ingin membangun hubungan kemasyarakatan yang baik, satu sisi lagi terbentur orang-orangnya yang begitu menomor satukan rokok, mungkin tidak berlebihan jika mereka bilang “ada asap rokok mengemupus semua jadi mulus”, ada gotong royong ada rokok, ada tasyakkuran ada rokok, ada kegiatan  apapun pasti ada rokok. Pertanyaannya lalu bagaimana seseorang yang tidak merokok memposisikan dirinya, padahal ia ingin membangun hubungan sosial yang baik. Dilema iya, ingin mengkampanyekan anti rokok, waduh tampaknya tidak mungkin, meskipun orang bilang dengan entengnya nothing is impossibe, tapi sedikti banyak mereka hanya bisa berbicara nyaris tak terlaksana.
Beginilah sekelumit potret masyarakat kita. Apapun itu, pasti ada solusi tentunya. Penulis meyakini perlahan jika resep yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW yang sekaligus menjadi judul tulisan ini kita jalankan dengan baik, maka sukses dakwah itu akan kita raih. Semoga Allah SWT selalu menuntun langkah kita hingga kita benar-benar merasakan keindahan dalam tuntunaNya. 

Wallohu'a'lam....

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAKIKAT NKRI DAN TIPS MEMBINAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

MENGINGAT MATI

RPP PPKn PERT 1-5 SEMESTER II KELAS XII (HAKIKAT NKRI)