TAWADDHU'

OLEH : ASHHABUL YAMIN, S.Pd

Takabbur  atau angkuh adalah sifat yang sangat dibenci Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah mendefinisikan sombong dengan sabdanya:“Kesombongan adalah menolak kebenaran dan menganggap remeh orang lain.” (Shahih, HR. Muslim no. 91 dari hadits Abdullah bin Mas’ud z)Jika kita mengangkat kepala di hadapan kebenaran, apalagi dalam rangka menolaknya, atau mengingkarinya berarti kita belum tawadhu’ dan kita memiliki benih sifat sombong. 

Tahukah kita apa yang diperbuat Allah subhanahu wa ta’ala terhadap Iblis yang takabbur dan terkutuk? Dan apa yang diperbuat Allah kepada Fir’aun dan tentara-tentaranya? Kepada Qarun dengan semua anak buah dan hartanya? Dan kepada seluruh penentang para Rasul Allah? Mereka semua dibinasakan Allah subhanahu wa ta’ala karena tidak memiliki sikap takabbur dan angkuh. 
Lawan dari sifat angkuh adalah Tawaddhu atau merendahkan diri.

Tawadhu adalah sifat yang sangat terpuji di hadapan Allah dan juga di hadapan seluruh makhluk-Nya.
Setiap orang mencintai sifat ini sebagaimana Allah dan Rasul-Nya mencintainya.Tawadhu’ adalah ketundukan kepada kebenaran dan menerima kebenaran itu dari siapapun datangnya baik ketika suka atau dalam keadaan marah. Artinya, janganlah merasa berada di atas semua orang, menganggap orang lain lebih rendah, dan meremehkan orang lain. Buanglah jauh-jauh perasaan yang akan menggiring kita kepada ungkapan “kalau bukan karena AKU maka tidak akan terjadi semua itu” karena kita tidak punya kuasa atas sesuatu apapun, bahkan didalam Al Qur’an Alloh SWT membuat perumpaan seeokor lalatpun ketika mengambil makanan dari kita, kita tidak akan sanggup untuk mencegahnya jika tidak atas izin dan kuasa Alloh. 

Apa yang bisa kita perbuat tanpa kuasa dari Alloh? Sehingga wajarlah kita mengucapkan laa haula wala quwwata illa billahil aliyyil aziim. Ketika mendengar muadzzin mengucapkan haiyya alassholaat apa jawaban kita, jawaban kiat adalah laa haula wala quwwata illa billahil aliyyil aziim yang artinya tiada daya dan upaya kecuali dengan kuasa Alloh yang maha perkasa. Sehingga Bagiamanapun suara azan dimasjid melafazkan haiyya alassholaat…..jika bukan atas kuasa dan izin Alloh, maka kita tidak akan sanggup mendatangi azan itu. Kuasa dan izin Alloh disini bisa diterjemahkan dalam dua hal :
1) Yang pertama, kita mendengar azan itu dan ingin mendatanginya untuk shlat berjamaah, namun disaat yang bersamaan kita sedang sakit dan tidak mampu datang ke masjid
2) Yang kedua, kita mendengar azan itu, namun Alloh SWT mengunci hati dan pendengaran kita, sehingga seolah-olah kita mendengar suara azan itu namun pada hakikatnya kita tidak mendengar azan itu maka kitapun tidak memenuhinya. Naudzubillah…
  
Tawadhu’ di Hadapan Kebenaran 
Menerima dan tunduk di hadapan kebenaran sebagai perwujudan tawadhu’ adalah sifat terpuji yang akan mengangkat derajat seseorang bahkan mengangkat derajat suatu kaum dan akan menyelamatkan mereka di dunia dan akhirat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi dan kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Qashash: 83)

Fudhail bin Iyadh (seorang ulama generasi tabiin) ketika ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepadanya serta menerima dari siapapun yang mengucapkannya.” (Madarijus Salikin, 2/329). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Tidak akan berkurang harta yang dishadaqahkan dan Allah tidak akan menambah bagi seorang hamba yang pemaaf melainkan kemuliaan dan tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah, melainkan akan Allah angkat derajatnya.” (Shahih, HR. Muslim no. 556 dari shahabat Abu Hurairah )

Ibnul Qayyim dalam kitab Madarijus Salikin (2/333) berkata: “Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq, ucapannya haq, agamanya haq. Al-Haq datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.” 

Perintah untuk Tawadhu’ 
Dalam pembahasan masalah akhlak, kita selalu terkait dan berdasar kepada firman Allah subhanahu wa ta’ala:“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasul teladan yang baik.” (Al-Ahzab: 21)

Dalam hal ini banyak ayat yang memerintahkan kepada beliau untuk tawadhu’, tentu juga perintah tersebut untuk umatnya dalam rangka meneladani beliau. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman.” (Asy-Syu’ara: 215).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian merendahkan diri sehingga seseorang tidak menyombongkan diri atas yang lain dan tidak berbuat zhalim atas yang lain.” (Shahih, HR Muslim no. 2588).

Demikianlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan kepada kita bahwa tawadhu’ itu sebagai sebab tersebarnya persatuan dan persamaan derajat, keadilan dan kebaikan di tengah-tengah manusia sebagaimana sifat sombong akan melahirkan keangkuhan yang mengakibatkan memperlakukan orang lain dengan kesombongan dan berujung pada pertkaian di tengah masyarakat. 

Macam-macam Tawadhu’ 
Telah dibahas oleh para ulama sifat tawadhu’ ini dalam karya-karya mereka, baik dalam bentuk penggabungan dengan pembahasan yang lain atau menyendirikan pembahasannya. Di antara mereka ada yang membagi tawadhu’ menjadi dua:
 1. Tawadhu’ yang terpuji yaitu ke-tawadhu’-an seseorang kepada Allah dan tidak mengangkat diri di hadapan hamba-hamba Allah. 
2. Tawadhu’ yang dibenci yaitu tawadhu’-nya seseorang kepada pemilik dunia karena menginginkan dunia yang ada di sisinya. (Bahjatun Nazhirin, 1/657).

Wallahu a’lam...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HAKIKAT NKRI DAN TIPS MEMBINAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

MENGINGAT MATI

RPP PPKn PERT 1-5 SEMESTER II KELAS XII (HAKIKAT NKRI)