SEJARAH NKRI DAN BHINEKA TUNGGAL IKA
A.
Sejarah
Nama Indonesia
Sejarah nama Indonesia dimulai sejak zaman
prasejarah berdasarkan penemuan “Manusia Jawa”. Secara geologi, wilayah
nusantara merupakan pertemuan antara tiga lempengan benua, yaitu lempengan
eurasia, lempengan Indo-Australia, dan lempengan pasifik.
Sebutan nusantara lahir pada masa kerajaan
Majapahit, yang kemudian pada masa penjajahan Belanda dirubah menjadi Hindia
Belanda.
Kata Indonesia berasal dari bahas latin
“Indus” yang artinya “India” dan “nesos” yang berarti “pulau-pulau”. Indonesia
merupakan sebutan yang diberikan untuk pulau-pulau yang ada di Samudra Hindia
dan itulah yang dimaksud sebagai satuan pulau yang kemudian disebut dengan
Indonesia (Setidjo, Pandji, 2009 dalam Umbara Raditya Pandji)
Pada tahun 1850, George Windsor Earl etnolog
Inggris mengusulkan istilah Indunesians untuk
penduduk kepualauan Hindia.
Berikut orang-orang yang mempoluerkan nama
Indonesia :
1.
Earl
James Richardison Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim untuk Kepulauan
Hindia. Namun dikalangan akademik Belanda, lebih populer dengan sebutan Melayu
Nusantara (Malaische Archipel).
2.
Adolf
Bastian dari Universitas Berlin mempopulerkan
nama Indonesia melalui bukunya Indonesien
order die inseln des malayischen arcipels (1884-1894)
3.
Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) mempopulerkan nama Indonesia dimana ia
mendirikan kantor berita di Belanda dengan nama Indonesisch Pers-Beureau pada tahun 1913
Kerajaan Majapahit merupakan cikal bakal
negara Indonesia. Majapahit yang keberadaannya sekitar abad XII sampai abad XV
adalah kerajaan besar yang sangat berjaya, trelebih pada masa Mahapatih Gajah
Mada. Gajah Mada yang sangat disegani yang berhasil menyatukan Nusantara yang
terkenal dengan “Sumpah Palapa”.
Sumpah palapa yang dikemukakan oleh Gajah
Mada yang kemudian setelah Majapahit berhasil menyatukan daerah-daerah di luar
Jawa Dwipa menjadi Patih Dwipantara atau Nusantara, pada zamannya merupakan
visi globalisasi Majapahit, yaitu meskipun pusat kerajaan berada di Pulau Jawa
(Jawa Dwipa), namun dia bertekad menyatukan seluruh wilayah Nusantara
(pulau-pulau yang berada dl luar pulau Jawa) dalam satu kesatuan, satu
kehendak, dan satu jiwa. (Soepandji, Budi Susilo, 2011 dalam Umbara Raditya
Pandji 2016)
Visi global Nusantara Gajah Mada hancur pada
saat masuknya penjajah barat ke Indonesia. Meskipun pada 17 Agustus 1945 Indonesia telah
memproklamirkan kemeredekaannya. Namun kenyataannya penjajahan kolonial baru
bisa dikatakan berakhir dengan tuntas pada 27 Desember 1949.
SEJARAH BHINEKA
TUNGGAL IKA
Ungkapan
Bhineka Tunggal Ika dapat ditemukan dalam kitab Sutasoma yang ditulis oleh Mpu
Tantular pada abad XIV pada masa Kerajaan Majapahit.
Semboyan
Bhineka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas antara Muhammad Yamin,
Soekarno, I Gusti Bagus Sugriwa, dalam sidang-sidang BPUPKI. Moh. Hatta sendiri
mengatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah ciptaan Bung Karno setelah
Indonesia merdeka. Setelah beberapa tahun kemudian ketika merancang Lambang
negara RI dalam bentuk Garuda Pancasila, dimasukkanlah kedalamnya
Lambang
Garuda Pancasila digunakan dalam sidang Kabinet RIS yang dipimpin ileh Bung
Hatta pada 11 Februari 1950 berdasarkan rancangan yang dibuat oleh Sultan Hamid
II (1913-1978).
Bhineka Tunggal Ika dijadikan semboyan
negara berdasarkan usul Muh. Yamin, di mana saat sidang BPUPKI Mei-Juni 1945, Muh.
Yamin menyebut-nyebut ungkapan Bhineka
Tunggal Ika itu sendirian, I Gusti Bagus Sugriwa (temannya dari Buleleng)
menyambut sambungan ungkapan itu dengan “tan
hana dharma mangrwa.”
B.
Tinjauan
NKRI
Kesadaran
sebagai satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa adalah tonggak pertama
terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perstiwa ini terjadi pada
tahun 1928. Secara jujur saya katakan : “ini
adalah anugerah dari yang Maha Kuasa, Allah SWT kepada bangsa Indonesia—luas
wilayah, kepulauan terbesar didunia, penduduknya sangat padat, penduduk yang
heterogen, namun bersatu kuat dalam perbedaan.”
Beberapa
kali negara penjajah silih berganti merongrong negara Indonesia, namun disaat
yang bersamaan negara Indonesia menunjukkan jati dirinya sebagai sebuah negara
yang berdaulat, bersatu, meskipun dala kebaragaman. Ya, negara Indonesia adalah
bukti nyata bahwa kita kuat bukan karena kita sama, tapi kita kuat karena kita
bersama dalam keberagaman. Bahkan perbedaan itulah yang membuat bangsa
Indonesia menjadi negara yang elok dan
indah dimata dunia. Ibarat bunga-bunga yang beraneka warna ditaman .
Sejarah
telah mencatat dinamika persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia beberapa kali
diuji sejak zaman awal kemerdekaan hingga saat ini ujian itu seolah tiada
henti-hentinya. Bersyukur kita sebagai hamba dan sebagai bangsa yang besar
ujian itu mampu kita lewati bersama.
Saat
mengajar dikelas, saya mencoba menggali pikiran peserta didik saya tentang
penilaian mereka terhadap persatuan dan kesatuan negara Indonesia saat ini.
Jawaban mereka beragam. Diantara mereka ada yang menjawab, persatuan dan
kesatuan kita saat ini sudah stabil dan kuat—ini terbukti meskipun banyaknya
ancaman dari luar maupun dari dalam yang berupaya mengganggu, namun NKRI tetap
bersatu. Solidaritas kita terhadap sesama ketika bencana yang terjadi di
beberapa daerah juga perlu diacungi jempol. Ada pula diantara mereka yang
berpendapat bahwa persatuan kita saat ini sudah goyah—ini terbukti dengan
banyaknya kasus Korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara, kasus hukum
yang tidak berkeadilan, dan tawuran pelajar.
Begitulah
penapat mereka tentang persatuan dan kesatuan Indonesia saat ini. Buat saya,
itulah pendapat yang apa adanya, apa yang mereka lihat, apa yang mereka
dengar—itulah yang mereka rasakan sebagai bagian dari bangsa sekaligus sebagai
generasi penerus bangsa dimasa yang akan datang. Media juga tentu berpengaruh
terhadap pendapat-pendapat mereka tersebut. Karena itu akan sangat fatal
akibatnya jika media-media kita banyak menyuguhkan informasi-informasi yang
tidak mendidik, berita bohong, dan mengandung ujaran kebencian.
NKRI
dapat kita tinjau dari 3 (tiga) perspektif. Pertama demografis, kedua sosilogis,
dan ketiga birokratis.
1. Tinjauan Demografis
Tinjauan demografis adalah
kewilayahan—terkait dengan luas wilayah dan bentuk wilayah. Luas wilayah negara
Indonesia sekitar 1.922.570 km². Bentuk wilayah Indonesia adalah kepulauan.
Jumlah pulau negara Indonesia sekitar 17.504 pulau. Negara Indonesia adalah
negara kepulauan terbesar didunia.
Jika kita baca sejarah, kerajaan Sriwijaya
yang berada di wilayah Sumatera Selatan pernah tersohor diseluruh dunia dengan
kejayaan maritimnya. Kejayaan maritim kerajaan Sriwijaya terwujud karena
kerajaan ini memaksimalkan potensi laut yang dimilikinya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa luas
daratan kita hanya 1/3 luas laut kita. Laut kita jauh lebih luas daripada
daratan kita—sehingga sangatlah masuk akal dan relevan ketika Pemerintahan
Jokowi-Jk menjadikan kemaritiman menjadi program unggulannya. Negara Indonesia
harus menjadi poros maritim dunia—kurang lebih begitula visi Bapak Presiden
kita ini. Kita dukung dan do’akan semoga program tersebut sukses.
Berbicara poros maritim dunia—dari sisi
posisi wilayah yang berada disilang 2 (dua) samudera dan 2 (dua) benua—tentu
akan sangat mendukung. Namun pakta menunjukkan bahwa yang menjadi poros maritim
dunia saat ini adalah Singapura. Kapal-kapal barang dari Eropa yang hendak
menuju ke Indonesia ternyata harus transit dulu di Singapura. Begitu juga kapal
dari Asia Timur seperti Jepang dan Korea, mereka harus transit dulu di
Singapura. Kapalnya hendak mau ke Indonesia, tapi Singapura juga mendapat
keuntungan darinya. Negara yang hebat, kecil-kecil cabe rawit negara yang satu
ini (Singapura). Sadar negara mereka menjadi pelabuhan transit kapal-kapal
besar, negara ini melengkapi pelabuhan mereka dengan fasilitas terbaik didunia.
Wajar kemudian jika negara Indonesia mendesign Batam yang notabene berada dalam
posisi persimpangan tersebut (dekat dengan Singapura) sebagai kota pelabuhan.
Ternyata tujuannya adalah untuk mengurangi dominasi Singapura dalam perolehan
keuntungan tersebut. Hebat ya, Indonesia ternyata tidak kehabisan akal untuk
meningkatkan devisa negara yang kemudian tentu ujungnya untuk kesejahteraan
rakyat Indoensia sesuai dengan yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945
alenia ketiga : “memajukan kesejahteraan
umum.”
2. Tinjauan Sosiologis
Tinjauan sosilogis adalah kemasyarakatan—terkait dengan jumlah
penduduk, suku, ras, agama, bahasa. Terdapat sektar 242 juta penduduk, 1.128
suku, 746 bahasa, dan 6 agama yang resmi di Negara Indonesia. jumlah yang
fantastik, kondisi yang sangat heterogen untuk sebuah negara.
3. Tinjauan Birokratis
Tinjauan birokratis
adalah ketatangeraan—terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/ kota, pemerintah kecamatan, dan pemerintah desa. Negara
Indonesia menggunakan sistem desentralisai atau yang lebih dikenal dengan
otonomi daerah dalam kepemerintahannya. Setiap daerah otonom diberikan
kewenangan mengurus sendiri daerahnya berdasarkan prakarsa dan aspirasi
masyarakatnya serta potensi daeranya.
Daftar
Pustaka :
2016.
Umbara Raditya Pandji. Buku Panduan Resmi
Tes CPNS 2016. Bintang Wahyu. Jakarta
Komentar
Posting Komentar